Indralaya

Adalah Ibu kota Kabupaten Ogan Ilir. Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Selatan. Ogan Ilir berada di jalur lintas timur Sumatera dan pusat pemerintahannya terletak sekitar 30 km dari Kota Palembang.

Caram Seguguk

Jumlah Penduduk 356,983 jiwa. Populasi penduduk di Kabupaten Ogan Ilir berasal dari Suku Ogan dengan 3 (tiga) sub-suku, yakni: Suku Pegagan Ulu, Suku Penesak, dan Suku Pegagan Ilir.

Penduduk

Wilayah Kabupaten Ogan Ilir saat ini adalah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang mengacu pada wilayah bekas kawedanaan Ogan Ilir. Masyarakat asli yang menetap di Ogan Ilir dikategorikan ke dalam suku Pegagan, Penesak, Ogan, dan lain-lain yang pada umumnya dikategorikan pada Melayu Palembang.

Bila ditelusuri asal-usulnya, sebagaimana diperoleh dari berbagai catatan yang ada, di antara suku-suku ini ada yang berasal dari Jawa Barat, dan Sunda Kelapa (Jakarta). Mereka, sejak masa lalu hidup bersamasecara teratur dalam lembaga tradisional yang disebut dengan marga. Saat ini penduduknya berjumlah … jiwa yang tersebar di 16 kecamatan. Selain suku yang disebutkan, saat ini penduduk di Ogan Ilir sangat majemuk dan berasal dari hampir seluruh suku yang ada di nusantara.

Mata pencaharian penduduk, pada umumnya adalah pada bidang pertanian (sekaligus perikanan) dan perkebunan, di samping juga memanfaatkan peluang usaha lain seperti home industri, jasa, dan lain-lain. Pertanian dan perikanan adlah mata pencaharian yang telah digeluti penduduk pedesaan Ogan Ilir pada umumnya sejak pertama kali mereka menetap di tempat ini. Pilihan terhadap wilayah ini, didasarkan pada pertimbangan utama bahwa wilayah ini merupakan tempat yang baik untuk bercocok tanam dan sekaligus juga tempat berkarang (mencari) ikan. Wilayah lebak, sebagai daerah pertanian pasang surut, yang diselingi oleh kawasan talang yang selalu kering, sejak masa lalu adalah tempat yang cukup ideal untuk pertanian dan perkebunan.

Di lebak, siklus pasang surut (istilah setempat menyebutnya masa air dalam dan masa kering), pada umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan dua mata pencaharian secara bergantian yaitu bertani dan mencari ikan. Ketika air dalam, lebak dan sungai-sungai berisi aneka jenis dan ukuran ikan. Pada masa ini masyarakat memanfaatkan keterampilan mereka sebagai nelayan tradisional. Berbagai perlengkapan dipergunakan untuk menangkap ikan, kecuali tuba (racun ikan).

Penggunaan tuba sejak dahulu termasuk cara yang dilarang dalam Simbur Cahaya. Selanjutnya, ketika debit air berkurang dan berangsur-angsur surut, penduduk mulai mempersiapkan lahan lebak tempat mencari ikan itu untuk kegiatan pertanian. Dua kegiatan ini berlangsung seolah sambung-menyambung tiada terputus. Dengan kondisi itu, tidak sedikit penduduk yang memilih membangun tempat tinggal di kawasan lebak itu juga. Tempat tinggal di lebak, dengan bangunannya yang khas disebut pondok atau sudung terkadang menampilkan pemandangan yang unik.

Kawasan lebak, selain menjanjikan nilai ekonomi juga menyajikan bentangan panorama yang indah dan artistik. Pada musim hujan dan air dalam, lebak berisi banyak ikan besar kecil yang berkejaran di antara tumbuhan-tumbuhan yang indah seperti teratai, telipuk (water lilies), dan tumbuhan lain. Ketika air mulai surut, di lebak ditanami padi mulai dari bagian yang paling tinggi yaitu pematang selanjutnya pada bagian yang lebih rendah. Warna hijau padi dan aromanya yang segar terbawa angin, menampilkan keunikan dan kesan tersendiri. Di lebak banyak panorama visual yang artistik, bahkan terkadang mistis. Permukaan yang kemilau ditimpa sinar matahari di panas terik. Pada malam hari, ada silhuet gerombolan semak tepi lebak yang ditimpa sinar rembulan yang tersaring oleh dedaunan. Semak seperti itu sering menyimpan sekawanan serangga yang siap menghambur terbang bila dilempar.