Indralaya

Adalah Ibu kota Kabupaten Ogan Ilir. Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Selatan. Ogan Ilir berada di jalur lintas timur Sumatera dan pusat pemerintahannya terletak sekitar 30 km dari Kota Palembang.

Caram Seguguk

Jumlah Penduduk 356,983 jiwa. Populasi penduduk di Kabupaten Ogan Ilir berasal dari Suku Ogan dengan 3 (tiga) sub-suku, yakni: Suku Pegagan Ulu, Suku Penesak, dan Suku Pegagan Ilir.

BLOG PINDAH

SELAMAT DATANG DI BLOG OGAN ILIR,
UNTUK SAAT INI BLOG KAMI PINDAHKAN KE

http://Blog.Oi.or.id


terima kasih

mohon klo mau di link link http://blog.oi.or.id
:-)

Sekolah

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Ogan Ilir

SD Muhammadiyah 25 Talang Balai





Foto Guru-guru SD Muh. Talang balai



SD Muhammadiyah 22 Serijabo

Foto Guru SD Muhd 22 Serijabo


SD Muhammadiyah 21 Sungai Pinang


SD Muhammadiyah 27 Kotadaro



SD Muhammadiyah Ketapang

untuk sementaro sekolah ini dulu y, katek disusul dg sekolah yg lain.. :)

PETA

Hujan...

Alhamdulillah akhrinya pagi ini mulai dr sekitar jam 6an. Hujan membasahi tanah ogan ilir, khususnya ibu kota Indralaya.
Memang di kota ini sudah lama, sudah 2-3 bulanan tidak turun hujan. Tapi syukur hari jumat ini hujan turun lumayan dres, mudah mudahan akan musim kemarau udah belalu. :)

Pariwisata

Seni rupa dan kerajinan masyarakat Kabupaten Ogan Ilir telah mencapai kemampuan Estetika dan kemampuan Artistik yang tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari berbagai karya seni rupa yang bersifat terapan dengan wujud seni ukir kayu, seni kerajinan emas dan perak, seni ukir keramik, seni tenun songket dan tenun ikat, seni sulam border, seni pertukangan kayu, dan seni pandai besi dan aluminium.

Pada umumnya seni asli yang ada di tengah masyarakat sampai saat ini, sebagian besar masih bersifat turun temurun. Namun demikian secara bertahap mulai diadakan pembinaan dengan polesan teknologi. Di samping keahlian turun temurun diatas, saat ini di kabupaten Ogan ilir juga ada kesenian yang berkembang ditengah masyarakat yaitu kesenian drama Dul Muluk, gitar tunggal, hadrah/terbangan, dan kesenian legenda rakyat seperti Parang Betuah, Putri Pinang Masak, dan lain-lain.

Objek Wisata yang ada antara lain Lebung Karangan, kawasan wisata Tanjung Putus Indralaya dan pantai Tanjung Laut kecamatan Tanjung Batu. Selain itu, pengembangan agrowisata yang sedang dilakukan adalah agrowisata perkebunan karet Tambangan Rambang, agropolitan Indralaya, perkebunan tebu Cinta Manis Ketiau, dan perkebunan Sawit Bumi Sawit Permai di Tanjung Miring, Rambang Kuang.

Prasarana wisata yang akan dikembangkan dan memiliki peluang investasi pada sektor pariwisata yaitu kawasan wisata Tanjung Putus Sungai Kelekar Indralaya, wisata Rohani di pondok pesanteren Raudhatul Ulum Sakatiga, taman rekreasi kota Pulau Kihaji, hotel dan restoran, serta hutan kota di Indralaya. Showroom produk industri & kerajinan rakyat di Tanjung Seteko.

Obyek wisata selanjutnya ialah Gedung Dewan Kerajinan Rakyat Nasional Daerah Ogan IIir di Jaka Baring Palembang. Sementara itu objek wisata yang sudah ada dan dapat dikembangkan lagi adalah objek Wisata dan Lebung Karangan, objek agrowisata kawasan Agropolitan di Lokasi ATP Bakung Indralaya Utara; objek Agrowisata Perkebunan Cinta Manis di kecamatan Tanjung Batu, Perkebunan Karet Bumi Rambang Kramajaya, dan kelapa sawit Bumi Sawit Permai di Kecamatan Rambang Kuang; objek wisata Pemancingan Alam di kecamatan Indralaya dan Pemulutan.

Obyek wisata lainnya ialah peninggalan sejarah dan legenda Parang Betuah di desa Tanjung Baru Burai, Putri Pinang Masak di desa Senuro Kecamatan Tanjung Batu, dan kelompok makam Gede ing Rajek di Desa Sakatiga Kecamatan Indralaya. Gede ing Rajek, menurut catatan sejarah adalah salah seorang pimpinan kerajaan Palembang. Nama lengkapnya adalah Pangeran Mangkurat Seda ing Rajek, yang memimpin kerajaan ini tahun 1643-1659. Ia dimakamkan di Sakatiga setelah melakukan perlawanannya terakhir di daerah pengungsiannya ini.

Selanjutnya Lebung Tanjung Laut kecamatan Tanjung Batu, wisata air di Perairan Sungai Ogan terutama di Tanjung Raja dan Indralaya. Juga Pulau Kihaji desa Indralaya Kecamatan Indralaya, wisata kesenian Dul Muluk asal kecamatan Pemulutan; kesenian Gitar Tunggal asal kecamatan Muara Kuang, Rambang Kuang, dan Sungai Pinang, wisata legenda cerita rakyat Parang Betuah, Putri Pinang Masak, Usang Rimau, Usang dan Gombang. Di Lubuk Keliat, ada pula cerita legenda yang bercampur sejarah tentang Puyang Kawak.

ELIT MARGA

Di dalam lingkungan marga terdapat beberapa tokoh yang menempati posisi elit. Mereka ini adalah Pasirah (termasuk Depati dan Pangeran), Pembarab, dan Penghulu. Pasirah adalah orang yang memimpin marga dan disebut pula sebagai Kepala Marga; Pembarab, dalam konteks kemargaan adalah orang yang menjadi Wakil Kepala Marga dan memiliki wewenang untuk menggantikan pasirah apabila sedang tidak berada di tempat. Pembarab adalah kepala dusun tempat kedudukan ibukota marga. Rekruitmen tokoh-tokoh ini dilakukan dengan melalui jalan yang sangat demokratis.

Suatu kenyataan yang cukup menarik, meski istilah demokrasi dipopulerkan di pedesaan di Sumatera Selatan baru pada masa kemerdekaan, tetapi secara material prinsip-prinsip demokrasi telah dipraktekkan masyarakat secara tradisional sejak masa-masa jauh sebelumnya. Seseorang yang akan mencapai posisi kepemimpinan dalam suatu marga maupun dusun, terlebih dahulu melalui proses pemilihan oleh masyarakat dalam lingkugan marga itu. Pada masa lalu, pemilihan dilakukan secara terbuka yaitu dengan menerapkan sistem pilih cumpuk. Dalam pemilihan sistem pilih cumpuk, pemilihan dilakukan di tempat terbuka seperti tanah lapang. Para kandidat di tempatkan berjajar membelakangi tempat kosong yang dipersiapkan untuk mata pilih yang memilihnya. Selanjutnya, mata pilih (konstituen) dipanggil namanya satu persatu memasuki arena. Selanjutnya sesuai dengan pilihannya, ia akan menempatkan diri ke tempat yang telah disediakan di belakang calon tertentu.

Dengan pemilihan menggunakan sistem pilih cumpuk seperti ini proses pemilihan menjadi sangat transparan dan terbuka, karena setiap orang yang ada di tempat itu dapat langsung menyaksikan dan menghitung baik dari segi jumlah maupun dari segi identitas para pendukung dan kandidat tertentu. Tidak dapat diragukan lagi, sistem pilih cumpuk ini dapat menekan atau bahkan menghindari manipulasi jumlah suara.

Pada kasus tertentu, pemilihan kepala marga dilakukan secara aklamasi. Pemilihan secara aklamasi ini terjadi pada rekruitmen kepala marga Pegagan Ilir SukuDua atau marga Sungai Pinang pada masa awal sejarah keberadaan marga ini. Menurut catatan Haji Zainal Arifin, Pembarab Marga PIS II (1943-1945), marga ini telah ada secara resmi sekitar tahun 1870 berkedudukan di Sungai Pinang, di bawah kepemimpinan seorang Pasirah. Sebelum masa itu, lingkungan ini berada di bawah kepemimpinan seorang Jenang, yang berkedudukan di Talang Pegadungan. Jenang ini, meski bukan kerabat keraton adalah seorang pejabat yang memiliki ikatan yang sangat dekat dengan pihak keraton Palembang Darussalam.

Suksesi yang terjadi dalam lingkungan keraton Palembang Darussalam, memberikan pengaruh pula terhadap perkembangan kehidupan masyarakat di pedalaman, temasuk di Ogan Ilir. Sebagaimana diketahui, sejak Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate, kasultanan Palembang Darussalam dikuasai oleh mereka yang mendukung pihak kolonial sampai pihak yang disebutkan terakhir ini membubarkan kasultanan. Kondisi yang terjadi di lingkungan kasultanan ini, mengakibatkan efektivitas pengaruh jenang menjadi merosot. Dalam kondisi seperti itu, terbentuklah marga Pegagan Ilir Suku Dua.

Penduduk

Wilayah Kabupaten Ogan Ilir saat ini adalah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang mengacu pada wilayah bekas kawedanaan Ogan Ilir. Masyarakat asli yang menetap di Ogan Ilir dikategorikan ke dalam suku Pegagan, Penesak, Ogan, dan lain-lain yang pada umumnya dikategorikan pada Melayu Palembang.

Bila ditelusuri asal-usulnya, sebagaimana diperoleh dari berbagai catatan yang ada, di antara suku-suku ini ada yang berasal dari Jawa Barat, dan Sunda Kelapa (Jakarta). Mereka, sejak masa lalu hidup bersamasecara teratur dalam lembaga tradisional yang disebut dengan marga. Saat ini penduduknya berjumlah … jiwa yang tersebar di 16 kecamatan. Selain suku yang disebutkan, saat ini penduduk di Ogan Ilir sangat majemuk dan berasal dari hampir seluruh suku yang ada di nusantara.

Mata pencaharian penduduk, pada umumnya adalah pada bidang pertanian (sekaligus perikanan) dan perkebunan, di samping juga memanfaatkan peluang usaha lain seperti home industri, jasa, dan lain-lain. Pertanian dan perikanan adlah mata pencaharian yang telah digeluti penduduk pedesaan Ogan Ilir pada umumnya sejak pertama kali mereka menetap di tempat ini. Pilihan terhadap wilayah ini, didasarkan pada pertimbangan utama bahwa wilayah ini merupakan tempat yang baik untuk bercocok tanam dan sekaligus juga tempat berkarang (mencari) ikan. Wilayah lebak, sebagai daerah pertanian pasang surut, yang diselingi oleh kawasan talang yang selalu kering, sejak masa lalu adalah tempat yang cukup ideal untuk pertanian dan perkebunan.

Di lebak, siklus pasang surut (istilah setempat menyebutnya masa air dalam dan masa kering), pada umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan dua mata pencaharian secara bergantian yaitu bertani dan mencari ikan. Ketika air dalam, lebak dan sungai-sungai berisi aneka jenis dan ukuran ikan. Pada masa ini masyarakat memanfaatkan keterampilan mereka sebagai nelayan tradisional. Berbagai perlengkapan dipergunakan untuk menangkap ikan, kecuali tuba (racun ikan).

Penggunaan tuba sejak dahulu termasuk cara yang dilarang dalam Simbur Cahaya. Selanjutnya, ketika debit air berkurang dan berangsur-angsur surut, penduduk mulai mempersiapkan lahan lebak tempat mencari ikan itu untuk kegiatan pertanian. Dua kegiatan ini berlangsung seolah sambung-menyambung tiada terputus. Dengan kondisi itu, tidak sedikit penduduk yang memilih membangun tempat tinggal di kawasan lebak itu juga. Tempat tinggal di lebak, dengan bangunannya yang khas disebut pondok atau sudung terkadang menampilkan pemandangan yang unik.

Kawasan lebak, selain menjanjikan nilai ekonomi juga menyajikan bentangan panorama yang indah dan artistik. Pada musim hujan dan air dalam, lebak berisi banyak ikan besar kecil yang berkejaran di antara tumbuhan-tumbuhan yang indah seperti teratai, telipuk (water lilies), dan tumbuhan lain. Ketika air mulai surut, di lebak ditanami padi mulai dari bagian yang paling tinggi yaitu pematang selanjutnya pada bagian yang lebih rendah. Warna hijau padi dan aromanya yang segar terbawa angin, menampilkan keunikan dan kesan tersendiri. Di lebak banyak panorama visual yang artistik, bahkan terkadang mistis. Permukaan yang kemilau ditimpa sinar matahari di panas terik. Pada malam hari, ada silhuet gerombolan semak tepi lebak yang ditimpa sinar rembulan yang tersaring oleh dedaunan. Semak seperti itu sering menyimpan sekawanan serangga yang siap menghambur terbang bila dilempar.

Kondisi Alam

Menurut letak georgrafisnya, kabupaten Ogan Ilir berada di antara 3o 02’ lintang selatan sampai 3o 48’ lintang selatan, dan 104o 20’ bujur timur sampai 104o 48’ bujur timur. Bentangan wilayah kabupaten ini meliputi kawasan seluas 2.666.07 km2 atau seluas 266.607 hektar.

Tanah di daerah ini sebagian besar adalah jenis tanah alluvial dan tanah podsolik, dengan perincian tanah alluvial terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Ogan yang tersebar pada seluruh kecamatan, dengan warna tanah kelabu atau kecokelatan. Keadaan tanah berpasir, liat, dan lembab, dan menjadi keras pada musim kering. Alluvial hidromorf endapan liat terdapat di Pemulutan, Tanjung Batu, Tanjung Raja, dan Indralaya; alluvial kelabu muda terdapat di Muara Kuang; asosiasi grey humus dan organosol terdapat di Tanjung Raja dan Indralaya; hidromorf kelabu terdapat di Muara Kuang dan Tanjung Raja; podsolik coklat kekuningan / podsolik merah kuning/PMK dengan hidromorf kelabu (Muara Kuang, Indralaya dan Pemulutan). Tanah alluvial mengandung susunan humus kaya bahan organik yang berasal dari endapan limpasan air sungai. Tingkat keasaman tanah berkisar antara pH 4.0 sampai pH 6.5.

Sebagaimana halnya dengan kawasan di sekitar sabuk katulistiwa pada umumnya, Ogan Ilir memiliki iklim tropis, khususnya iklim tropis basah (tipe B). Menurut catatan pihak Bappeda, musim kemarau di kabupaten ini berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim hujan berkisar antara bulan Mei sampai bulan Oktober.

Curah hujan rata-rata per-tahun 1.096, sedangkan rata-rata hari-hari hujan adalah 66 hari per-tahun. Suhu udara harian berkisar antara 23o Celcius sampai 32 o Celcius, dengan kelembaban udara berkisar antara 69% sampai 98%.

Kawasan pada bagian utara kabupaten Ogan Ilir merupakan hamparan dataran rendah berawa yang terbentang meliputi kecamatan Pemulutan sampai kecamatan Indralaya. Bentangan ini meliputi kawasan pedesaan, sungai dan lebak-lebak.

Sementara itu, Kecamatan Tanjung Batu dan Muara Kuang menempati posisi pada dataran yang relatif lebih tinggi, dengan tofografi tertinggi 10 meter di atas permukaan air laut. Rawa-rawa lebak yang luas tersebar di hampir di seluruh kecamatan, kecuali di Kecamatan Tanjung Batu yang memiliki rawa relatif sempit.

Secara tekstur permukaan bumi di wilayah Ogan Ilir memiliki variasi dari yang paling rendah sampai ke tempat tertinggi, masyarakat setempat menyebutnya dengan berbagai istilah khas. Untuk tempat yang paling rendah disebut dengan lubuk. Lubuk ialah bagian paling rendah yang biasanya berada di dalam sungai, kemudian batanghari (sungai) dan risan (anak sungai). Selanjutnya, secara berturut-turut, ke tempat yang lebih tinggi ialah pantai yaitu tempat yang kering di tepian sungai(sebelumnya tempat ini merupakan badan sungai, tetapi karena peristiwa alam, menjadi kering). Apabila berada di kelok sungai bagian ini terkadang disebut juga dengan tanah nyurung, lalu wilayah lebak yaitu areal luas yang biasanya dijadikan tempat persawahan (bagian rendah disebut dengan lembah dan bagian tinggi disebut dengan pematang), rawang, rantau, dan talang.

Masyarakat memanfaatkan bentangan wilayah yang bervariasi ini untuk berbagai keperluan. Mereka membuat perkampungan sebagai tempat tinggal, juga membuat perkebunan, lahan pertanian, tempat bagi aktifitas sosial budaya, pasar dan kegiatan perekonomian lainnya. Flora, fauna, dan potensi alam dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.

RELIJIUSITAS MASYARAKAT

Mayoritas penduduk di Ogan Ilir memeluk agama Islam. Di berbagai tempat didirikan bangunan ibadahberupa masjid ataupun langgar. Di masjid dan langgar ini diselenggarakan berbagai kepentingan. Bukan hanya untuk penyelenggaraan peribadatan mahdlah tapi juga untuk kepentingan lain seperti pengajaran agama, cawisan, bahkan tidak jarang rapat tentang pembangunan suatu desa diselenggarakan di masjid pula. Tokoh agama merupakan figur yang memiliki peranan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sejak masa lalu tokoh keagamaan selalu terlibat dalam berbagai acara-acara baik yang berkaitan dengan peribadatan yang mahdlah, maupun dalam upacara yang berkaitan dengan siklus hidup seperti kelahiran, kematian, dan perkawinan. Di Ogan Ilir banyak sekali ditemukan nilai keislaman yang terkait dengan upacara menandai siklus kehidupan seperti itu.

Untuk perkawinan, selain pada syarat dan rukun, nilai keislaman terlihat memberikan pengaruh pada adat-stiadat di sekitar perkawinan seperti pada penyelenggaraan akad nikah, juga pada acara resepsi. Dalam dua acara ini, peranan tokoh agama sangat penting dan menduduki jadual inti. Demikian pula halnya dengan upacara kelahiran dan kematian.

Terkait dengan kelahiran, terdapat upacara cukuran yaitu menyambut kelahiran bayi dengan melalui upacara Marhaba. Marhaba berasal dari bahasa Arab yang berarti Selamat Datang. Upacara ini disebut marhaba karena upacara tersebut memang diselenggarakan sebagai ucapan selamat datang kepada sang bayi. Dalam upacara Marhaba ini sebelum pembacaan doa-doa, dibacakan barzanji. Istilah barzanji dimaksudkan untuk rangkaian kisah kehidupan Rasulullah Muhammad s.a.w. dalam bentuk gubahan syair berbahasa Arab dalam kitab yang ditulis oleh Al-Barzanji, seorang penulis muslim pada masa klasik. Pada acara Marhaba ini dilakukan pemberian nama yang indah-indah sesuai dengan harapan orang tuanya terhadap bayi yang baru dilahirkan itu. Selain dalam upacara yang berkaitan dengan kelahiran, pengaruh keagamaan terlihat pula secara sangat kentara pada upacara yang diselenggarakan berkaitan dengan kematian. Selain pada hari pertama, masyarakat Ogan Ilir pada umumnya menyelenggarakan pula upacara hari ke tiga, ke tujuh, ke empat puluh, setahun. Dalam upacara tersebut pada umumnya dibacakan surat Yaa Siin, yaitu surat nomor 35 dalam Al-Quran, kalimat tahlil dan dasbih, doa-doa, dan nasihat-nasihat di sekitar keutamaan orang beramal shalih, dan ketabahan menghadapi musibah.

Selain perkawinan, kelahiran, dan kematian, masih banyak acara lain yang dalam penyelenggaraannya mendapatkan pengaruh dari nilai atau emosi keagamaan seperti khitanan, aneka persedekahan termasuk sedekah ruwah, sedekah lebung, sedekah basuh dusun, akan bepergian ke (pulang dari) tempat jauh, memulai kegiatan penting (belajar, pacuan bidar). Nilai keagamaan terlihat pula pada peringatan hari besar keagamaan seperti maulud (kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.) Isra’ Mi’raj, Tanggal 1 bulan Muharram (peringatan tahun baru Hijriyah), 10 Muharram yang disebut sebagai hari Asyura, hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha). Kegiatan selama sebelum dan selama masa bulan ramadlan / ziarah menjelang dan sesudah ramadlan, termasuk tradisi malam likuran antar-antaran dan sebagainya.

Sejak masa lalu banyak ulama di tempat ini belajar langsung ke sumber asal agama Islam di Timur Tengah yaitu Makkah, Madinah, juga di Al Azhar Kairo. Sepulang dari tempat belajar, atas inisiatif sendiri dengan ikhlas mereka menyelenggarakan pengajaran dan membentuk kelompok cawisan, mengajarkan pengetahuan dan praktek keagamaan kepada masyarakat. Dari sini kemudian dibentuk lembaga permanen dan terjadual lebih sistematis. Tidak sedikit di antara lembaga semacam ini yang berkembang menjadi lembaga pendidikan seperti pesanteren dan madrasah diniyah.
Pesanteren Al Ittifaqiah Indralaya, Raudhatul Ulum Sakatiga, Nurul Islam Seri Bandung, merupakan tiga dari pesanteren Ogan Ilir yang memulai sejarahnya sejak masa kolonial, dalam bentuk cawisan dan pengajian sederhana.
Pesanteren Al-Ittifaqiah Indralaya.

Bermula dari cawisan dan pengajian, menjadi madrasah pada masa kolonial Belanda. Sempat menghilang karena dibakar pada masa pendudukan Jepang, mengalamipergantian nama dan perpindahan tempat, dewasa ini pesantren Al Ittifaqiah berkembang menjadi pesanteren modern.

Pada mulanya KH Ishak Bahsin, ulama lulusan al Azhar Kairo mulai melaksanakan pengajaran ilmu-ilmu keislaman di rumahnya di Sakatiga. Kitab yang yang menjadi sumber adalah kitab-kitab kuning dari Mesir, dan sistem yang diterapkan ialah masih bersifat sorogan, tanpa kelas dan bukan terlembaga dalam bentuk madrasah. Kegiatan seperti ini berjalan sejak 1918 sampai 1922.

Setelah empat tahun, ia mendirikan dan memimpin madrasah formal dengan masa belajar 8 tahun yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Siyasiyah Alamiyah. Selain pimpinan madrasah, selaku pimpinan KH Ishak Bahasin bertindak pula sebagai guru dengan dibantu oleh beberapa orang guru bantu. Dalam perkembangannya selama sepuluh tahun, murid madrasah ini berjumlah seratus orang. Tempat beroperasi madrasah ini ialah di bawah rumah penduduk di Sakatiga. Baru pada tahun 1932, dibangunlah gedung madrasah dengan ruang belajar sebanyak lima lokal. Pada masa ini KH Ishak Bahasin selain memimpin juga tetap menjadi guru, yang dibantu oleh KH Bahsin Ishak, KH Marwah, KH Bahri Pandak, KH Ahmad Qori Nuri, KH Abdullah Kenalim, Kiai Muhammad Rosyad Abdul Rozak, dan Kiai Abdul Rohim Mandung.

Setelah KH Ishak Bahsin wafat pada tahun 1936, kepemimpinan madrasah dilanjutkan oleh puteranya KH Bahsin Ishak sampai tahun 1943 dalam masa pendudukan Jepang, gedung madrasah ini dibakar orang tak dikenal sehingga kegiatan belajar mengajar secara praktis mengalami gangguan serius. Ketika itu jumlah siswa 300 orang. Selanjutnya, empat tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, tahun 1949 atas prakarsa KH Ahmad Qori Nuri mengajak KH Ismail Muhyiddin dan H Yahya Muhyiddin dan para anggota Partai Syarikat Islam Indonesia Sakatiga, puing madrasah yang terbakar itu dibangun kembali dan pada tanggal 31 Maret 1950 dengan 70 orang murid, kegiatan belajar dimulai kembali. Kali ini dengan menggunakan nama Sekolah Menengah Islam (SMI) Sakatiga di bawah kepemimpinan KH Ismail Muhyiddin. Para guru yang mengajar adalah KH Ismail Muhyiddin, KH Ahmad Qori Nuri, KH Nawawi Bahrie, KH Ahmad Mansur, Kiai Ilyas Ishaq, dan KH Subki Syakroni. Tahun 1954 KH Ismail Muhyiddin wafat, kedudukannya sebagai pimpinan digantikan oleh KH Ahmad Qori Nuri dan mengembangkan fisik bangunan dan menambah tenaga pengajar dengan KH Zainuddin, KH Kholil Hajib, KH Bayumi Yahya, KH Ali Hasyim, Tho’ifi Bahri, Sukarno, Faruq, Swasto, dan Masri Amawi.

Pada tahun 1962 dan tahun-tahun berikutnya terjadi perkembangan cukup penting, nama SMI berubah menjadi Madrasah Menengah Atas (MMA) Sakatiga, dengan penyelenggaraan pendidikan yangdisesuaikan dengan Departemen Agama. Pada tahun 1967, ada maksud beberapa kiai dan guru untuk menyerahkan madrasah ini kepada pemerintah sehingga menjadi negeri, tetapi KH Ahmad Qori Nuri selaku pimpinan bersama murid-murid KH Ishaq Bahsin mengkhawatirkan madrasa ini akan kehilangan jati-diri dan nilai sejarahnya apabila menjadi negeri. Maka atas dukungan pula oleh tokoh masyarakat Indralaya padaDepartemen Agama (Depag), berupa Taman Kanak-Kanak, Madrasah Aliyah Keagamaan, dan Sekolah Tinggi Agama Islam. Selain itu diselenggarakan pula pendidikan dengan kurikulum khusus yang diterapkan pada madrasah Tahfizh Al-Quran untuk jenjang pendidikan sekolah dasar, ibtidaiyah dan Sekolah Tinggi Dakwah untuk jenjang D-1 dan D-3.